Cari Blog Ini

Kamis, 04 Februari 2010

cerpen sahabat

KETEGUHAN IMAN

“Eh...Ta, lihat deh para ikhwaner di masjid itu?”

“Emang kenapa dengan mereka?”

“Aku bingung sama mereka, koq bisa ya, mereka berpenampilan seperti itu? Menurutmu mereka katrok baget ga sih?”

“Ye...kamu gimana sih, kalo mereka pake celana pensil trus pake baju ketat, itu sih bukan ikhwan, tapi bakwan kale...”

“Ha...ha...ha...” Rara tak dapat menahan tawa.

“Ngomong-ngomong masalah Ikhwan, eh bakwan jadi laper nih. Gimana kalo kita makan Ra?”

“Iya aku juga laper nih, Ta.. kita makan mie ayam di sebelah sana saja ya, Disana yang nunggu ikhwan cakep loh....”

“Wah..kalo masalah yang cakep kamu tahu aja tempatnya.”

Aku dan Rara kemudian menuju warung mie itu. Dan benar kata Rara, kalo yang nunggu disana itu seorang ikhwan, karena sudah bisa ditebak dari penampilannya. Dia pake celana kain yang menurut kami berdua katakan mungkin kekurangan bahan kali jadi celananya cingkrang deh. Terus penjual mie itu ada jenggotnya lagi. Ih, kaya orang tua saja. Tapi walaupun begitu si ikhwan itu kelihatan cakep dan bersahaja baget deh.

Setelah selesai makan kami berdua berjalan-jalan sebentar mencari cemilan, ditaman dekat kampus kami. Setelah membeli pisang karamel kami duduk-duduk sebentar ditaman menikmati pisang.

“Eh, Ta... kamu tadi liat gak, waktu aku pesen mie ayam, masnya tadi gak mau lihat aku loh, dia nunduk terus. Kan aku jadi bingung, dia dengerin pak gak?”

“Mungkin recehnya jatuh kali, dan ketika liat kamu mendekat, dia langsung buru-buru cari recehnya yang jatuh, karena tahu tampang kamu yang bokek, nanti pasti recehnya diambil ma kamu.He..he...he...” jawabku ngawur.

“Ye,.. kalo tampangku bokek, trus kamu apaan dong? kan tadi yang bayar mienya aku.” Rara menyela diantara tawaku

“Iya deh... maaf. Besok bayari lagi ya?, Ra masalah ikhwan tadi, mungkin itu deh yang dinamain Ghadul Bashar.”

“Apaan tuh..!!! kaya pernah denger tapi dimana ya...???”

“Dasar, makannya kalo ikut kajian tu didengerin jangan cuma berangkat aja. Ghadul Bashar itu menundukan pandangan, kalo gak salah sih begitu, kata mbak-mbak jilbaber yang sering ngisi kajian dimasjid.”

“Oh, menundukan pandangan. Emang kenapa koq harus nundukin pandangan?”

“Au..ah, gelap... tanya ja sana sama yang tadi nunggu warung mie ayam.”

“Yuk Ta, kita kesana.” Kata Rara sambil menarik tangan kananku.

“Ogah,ah malu-maluin baget.”

“He...he...he... siapa juga yang mau kesana aku kan cuma bercanda.”

Keesokan paginya kami telat kekampus karena semalam kami cerita yang nggak jelas juntrungnya, kalo bahasa jawanya sih (cerita ngalor ngidul). Kami terlambat lumayan lama jadi kami absen deh dimata kuliah pertama.

“Ta... kita cari makan yuk,aku laper nih.”

“Ayuk, aku juga laper.”

“Eh, Ta.. tunggu bentar deh, tuh ada ikhwan yang lagi nempelin selebaran. Kira-kira isinya apaan ya? Apa dia lagi cari calon istri ya, kan dia nggak pernah pacaran jadi sulit cari calon istri, trus pasang pengumuman deh.”

“Ih.. koq kamu sekarang ngebet pengen kawin sih?”

“He...he..., ayuk ah kesana liat pengumumannya apaan.”

Aku dan Rara menuju tempat pengumuman itu ditempel.

“Yah, bukan pengumuman cari pasangan. Malah pengumuman perekrutan organisasi islam kampus. Ya udah yuk kita cari makan.”

Selesai kuliah, kami angkatan baru yang beragama islam diwajibkan mengikuti kajian. Dan kebetulan aku satu kelompok dengan Rara.

“Ra... hari ini kamu ikut kajian kan?”

“Iya dong..”

“Tumben kamu semangat baget, pasti ada udang dibalik gosong eh dibalik batu maksudku, ngaku nggak?”

“He...he...he..., iya deh aku ngaku. Kalo aku ikut kajian kan bisa lihat Mas Fahmi. Dia kan juga ngisi kajian buat cowok-cowok.”

“Uh... dasar, pikirannya cowok terus.” Kujitak kepala Rara yang dari tadi tersenyum-senyum sendiri.

“Aduh sakit tahu... Siapa yang mikirin cowok terus, Mas Fahmi kan bukan cowok tapi Ikhwan gitu loh..” kata Rara sambil mengelus-elus kepalanya.

“Ya udah ah, yuk kita kekelas, nanti terlambat lagi.”

Hari ini jadwal kami cuma lima SKS, jadi pulangnya cepet. Kami bisa pulang kekos terlebih dahulu sebelum mengikuti kajian.

“Ta... udah jam setengah dua nih,kita kan harus kajian. Ayo cepat bangun!”

“Iya... Ra, tunggu bentar ya.”

Selesai siap-siap kami berangkat jalan kaki bareng menuju masjid kampus. Disana sudah banyak anak-anak yang berkumpul. Tiap kelompok kajian hanya terdiri dari sepuluh orang saja, biar lebih mudah memantau katanya, kalau partai besar kan sulit, kalau partai besar (bukan lagi ngiklan partai loh!!!) bukannya dengerin kajian, malah pada ngrumpi. Ha...ha... Pengalaman pribadi ni yeh....

“Eh, Ra sebelah sana tuh, mbak Zahra dah nunggu.”

Kami menuju mbak Zahra, dia tuh mbak yang ngampu kajian tiap minggu kami.

“Assalamu’alaikum, maaf mbak kami telat.”

“Wa’alaikumsalam, nggak apa-apa dek, ini juga baru dibuka.” jawab mbak Zahra, yang ketika pertama kami lihat dia, kami takut karena jilbabnya yang lebar baget, kayaknya kalau dibuat baju satu lagi buat Rara masih bisa deh. He...he...he... Tapi setelah kenal, kami takjub pada kepribadian mbak Zahra yang sangat sabar dan bersahaja.

Selesai kajian mbak Zahra berpesan pada kami siapa yang mau ikut dalam organisasi islam kampus agar mendaftar pada dirinya.

***

Malam itu seperti biasanya kami berdua bercerita dulu sebelum tidur malam. Karena kita disini cuma ngekos, jadi yang cerita bukan ibu atau bapak, tapi teman kami, ceritanya juga bukan tentang hewan, tapi tentang apa yah... Biasanya kalau Rara yang cerita sih pasti masalah cowok, mungkin sehari ja dia nggak mbahas cowok mungkin langsung sariawan dan bibir pecah-pecah. Ha..ha..ha.. Jadi nglantur nih.

“Ta, Aku lagi seneng nih tadi aku liat mas Fahmi lagi ngisi kajian, sweat baget.”

“Ih.. dasar Rara, pantes pulang kajian nggak mau pulang dulu ternyata kamu CCP alias curi-curi pandang, dulu ya !!!”

Aku baru sadar sekarang, tadi ketika selesai kajian Rara nggak mau pulang katanya nunggu temen-temen yang lain pulang. Aku sih nurut aja karena nggak tahu kalau sebenarnya Rara sedang mengintai mas Fahmi.

“Ta... gimana ya caranya biar aku bisa kenal mas Fahmi.” ceplos Rara tanpa perasaan bersalah.

“Nggak tahu. Biasanya kan kamu yang paling pinter kalau masalah naklukin cowok.”

“Iya.. tapi inikan beda, mas Fahmi kan Ikhwan, jadi nggak mungkin kan deket ma cewek, pa lagi ceweknya kaya aku.”

“Alhamdulillah kamu sadar juga, kalau kamu dah tahu trus kenapa pengen kenal?” Jawabku sewot.

“Eh.. Ta aku punya ide!!” Tiba-tiba Rara melonjak diatas kasur.

“Ih, ngagetin aja deh.., untung aku nggak jantungan, kalau aku jantungan pasti kamu udah aku tuntut.”

“Iya..., maaf deh Cinta.Oh ya rencanaku tuh, kita ikut organisasi islam dikampus ja. Gimana?”

“Koq kita maksudmu, aku juga ikut?”

“Ya.. iyalah, masa cuma aku. Aku kan baik jadi kamu tak ajak sekalian.”

“Baik apanya?, itu sih bukan baik tapi nyusahin !!!”

“Tapi kamu mau kan, sekalian kita buktikan apa semua ikhwan itu sealim tampang mereka? Kamu mau ya...”

“Baiklah.” kataku sambil mengangguk.

Keesokan harinya kami berdua menemui mbak Zahra.

“Assalamu’alaikum mbak Zahra?”

“Oh, dek Cinta ma dek Rara, ada apa ya?” tanya mbak Zahra penuh selidik.

Rara menyenggol tanganku, dia mengisyaratkan padaku untuk berbicara duluan pada mbak Zahra. Kemudian aku mengutarakan niat kami berdua untuk ikut organisasi islam kampus. Mbak Zahra nampak bahagia, karena kami berminat ikut. Dan yang paling bahagia adalah Rara, niatnya untuk mendekati ikhwan selangkah telah berhasil. Mbak Zahra kemudian menjelaskan pada kami berdua tentang kegiatan-kegiatan yang harus kami ikuti, yang paling membuat aku males adalah ketika harus mengikuti mabit atau bermalam selama dua hari. Waktu itu aku ingin mundur tapi ku urungkan niatku.

Akhirnya setelah seminggu kami dilantik juga menjadi anggota. Dan kami harus rajin ngikuti kajian.

“Ta, kayaknya aku dah mulai nggak kuat deh, kita keluar aja yuk?”

“Koq kamu jadi nggak semangat gitu sih Ra, kan dulu kamu yang ngebet baget pengen ikut, masa sekarang setelah kita resmi masuk kamu mau keluar gitu aja.., gak lucu kan, kamu ingetkan rencana kamu dulu mau ngapain.”

“Iya, aku inget, aku ingin buktiin seberapa alim sih para ikhwan itu.”

“So...???” tanyaku singkat.

“Ayuk kita serbu.”

Sebulan kami mengikuti organisasi tak banyak yang berubah, kami belum dapat menguji keimanan ikhwan-ikhwan. Dalam organisasi ini memang sangat dibatasi, sehingga tidak ada celah untuk mengakrabkan diri dengan para ikhwan. Tapi bukan Rara Anjani namanya kalau kehabisan akal, dia berhasil mendapatkan nomor HP seorang ikhwan. Dari situlah Rara mulai melancarkan aksi mautnya, dia memberikan perhatian lebih pada ikhwan itu, Rara selalu meng sms, menelpon sang ikhwan incarannya. Dan akhirnya juga Rara berhasil mendapatkan beberapa nomer telpon Genk Celana Cingkrang (GCC).

“Ta.., aku dah dapet beberapa nomer HP GCC neh.”

“Wah.., hebat baget kamu, pake pelet apaan?”

“Bukan pelet tapi melet.” jawab Rara sewot

Aku cekikikan mendengar jawaban Rara yang lagi marah.

“Karena kamu sudah jahat ma aku, nih aku kasih nomer cowok jenggoten yang super kalem.”

“Oke, entar malam aku akan beraksi, liat aja besok peletku akan lebih manjur dari pada peletmu.”

“Hantu kale...koq beraksinya malem-malem.” balas Rara padaku

Malam itu juga aku meng-sms, Mas Ilham Ramadhan salah satu dari kaum celana cingkrang. Karena baru pertama kali melancarkan sms, jadi aku pura-pura ja, tanya masalah organisasi.

“Assalamu’alaikum akhi, afwan ganggu, cuma mau tanya besok rapatnya jam berapa?,syukron.”

Setelah hampir 1 jam aku menunggu, kemudian dia membalas smsku juga. Wah satu langkah berhasil nih, tapi aku kemudian bingung harus mencari bahan apa lagi buat sms dia. Padahal kan cuma sms ja, koq harus susah-susah cari bahan ya, kan cuma butuh pulsa ja. He...he...he...Karena usahaku yang keras aku berhasil menjadi teman smsnya yang lumayan cukup dekat, dia mulai terbuka padaku. Tapi aku hanya baru berani sms ja, tak lebih dari itu. Saat itu aku mulai berpikir kalau semua cowok itu sama nggak ada bedanya, mau dia ikhwan atau bukan. Sampai pada suatu hari mas Ilham mengajakku ketemuan. Aku merasa mulai menang.

“Eh Rara, kayaknya aku lebih jago deh dari kamu buat naklukin ikhwan.”

“Koq bisa.”

“Dulu kan kamu ngasih nomer mas Ilham, kamu kan bilang kalo dia nggak bakal kena jeratanku, dan ternyata tau nggak... tadi dia sms aku ngajak ketemuan, ada apa yah, jangan-jangan...!!! Oh no....” kataku membanggakan diri pada Rara yang sampai saat ini selalu gagal mendekati para ikhwan, tapi dia terus saja mencobanya. Aku sebenarnya salut, karena dia nggak punya rasa malu. Ha...ha... koq kaya gitu dibanggain.

“Dasar lebay...” jawab Rara sewot

Di taman kampus kami berdua bertemu secara diam-diam, untuk menghindari teman-teman organisasi, kami bertemu jam enam pagi. Sebenarnya aku bingung mau bilang apa padanya, semalaman aku menyiapkan bahan pembicaraan tapi kayanya nggak ada yang pas. Tapi aku tak perlu susah-susah untuk menguras otakku buat mencari bahan pembicaraan. Ketika dia datang, dia langsung mengucapkan salam dan langsung memberikan sepucuk surat padaku. Tak sempat aku bertanya sesuatu padanya, dia langsung pamit padaku dan kemudian pergi ke masjid. Wah, aku berpikir jangan-jangan dia grogi lihat aku, trus sulit ngomong makannya dia tulis surat, atau... memang begitulah cara ikhwan jika bertemu dengan akhwat? Jadi binggungkan. Tanpa pikir panjang langsung saja ku buka surat itu perlaha-lahan. Kubaca surat itu didalam hati.

Assalamu’alaikum, ukhti Cinta...

Wahai pemilik nyawaku, betapa lemah diriku ini

Berat ujian dariMu, ku pasrahkan semua padaMu.

Apakah ikhwan tidak boleh jatuh cinta? Pertanyaan yang naif, mungkin hanya orang buta saja yang menganggap kami seperti malaikat yang berwujud manusia. Padahal kami sangat lemah dalam hal itu. Karena bukankah itu memang fitrah dari Allah yang sangat sulit sekali untuk dihindari. Tapi aku bukan Tuhan yang Berkehendak. Aku hanya manusia biasa yang tak pantas menghalalkan aktivitas hubungan manusia berbeda jenis tanpa ikatan suci pernikahan.

Aku hanya ingin mengatakan bahwa gerak-gerikmu, membuat ikhwan-ikhwan sangat berpotensi jatuh cinta padamu ya ukhti.... Belum lagi harus kusebut wajahmu yang manis, putih berseri, senyummu yang menawan, penampilanmu yang menarik dan tutur katamu yang lembut, sangat mudah menggoyahkan iman kaum adam. Kuakui kamu mengesankan dihati kami....

Dan aku...Astaghfirullah, salah satu yang terperangkap didalamnya jeratan mautmu. Namamu selalu menghiasi pikiranku. Doa-doa panjangku di pertengahan malam sering terisi namamu. Bahkan dengan agak sedikit memaksa aku ingin Allah menjadikan kamu jodohku suatu saat nanti. Betapa semangatnya diriku qiyamul lail, setelah kau me-miscall diriku untuk bangun saat jam tiga malam. Kadang-kadang aku tersenyum-senyum sendiri karena kau masih mengingatku saat malam. Dan aku sangat bersemangat mengisi ceramah, ketika kulihat kau tersenyum padaku. Ada apa ini? Apakah Allah sedang menguji imanku? Kuatkah aku?

Tolong aku ya ukhti... bantu aku melupakanmu. Aku ingin hari-hari damai kembali lagi. Hari-hari yang hanya ada aku denganNya, tanpa ada satu namapun terselip diantaranya. Tolong jangan sering muncul didepan grombolan ikhwan dan menebarkan senyum manismu atau dengan sengaja memiscallku walau itu hanya untuk membangunkanku shalat malam. Terlalu berat ya ukhti...menjaga hati dalam keadaan berbunga-bunga seperti ini. Aku hanya manusia biasa yang sangat mudah terlena dalam fatamorgana dunia yang hanya bersifat sementara. Aku hanya inin menjaga diriku dengan agamaku.

Baiklah kuakhiri saja surat ini dan kuakhiri semunya. Sungguh, aku nggak tahu apakah aku bisa istiqomah dijalanNya. Ini bukan hal yang mudah untuk bangkit setelah aku terperosok jauh dalam lembah dosa yang selama ini kita lakukan. Masa aku seorang calon imam harus menurunkan harkat diri sendiri.

Semoga kamu tetap terjaga dari rasa-rasa yang menyesatkan ini. Aku yakin Allah menyayangimu.Maafkan atas semua khilafku.

Wassalam

Kututup surat itu dengan perasaan yang sangat bersalah, aku merasa hina sekali. Sungguh tega diriku menginginkan seorang ikhwan jatuh terperosok dalam kubangan dosa, sungguh tega diriku menguji keimanan seseorang, padahal aku sendiri sangat jauh dariNya dan tak pantas menguji keimanan seseorang. Ya Allah maafkan diriku atas khilaf yang selama ini aku perbuat. Setelah menerima surat itu, aku benar-benar ingin berubah menjadi seorang akhwat sejati, bukan seperti yang selama ini aku dan Rara lakukan, yang hanya penampilannya saja akhwat tapi hatinya jahat.

Oh...Tuhan, ingin kumenangis menyesali apa yang terjadi

Oh...Tuhan ku ingin cahyaMu benderang dalam hidupku

***

“Eh, Ta.. sekarang aku lihat kamu jadi beda deh?”

“Beda apanya?”

“Apanya ya???... pokoknya beda deh ma Cinta yang aku kenal, jangan-jangan kamu lagi patah hati ya karena ditolak ma mas Ilham.”

“Sok tau...” jawabku sambil meninggalkan Rara.

“Eh, Ta.. tunggu, aku mau cerita nih.” kata Rara sambil mengejarku dari belakang.

“Ta.. kamu merasa bersalah nggak seh, tentang apa yang udah kita perbuat selama ini?” kata Rara sambil menunduk.

“Maksudmu apa?”

Kemudian Rara menyodorkan surat berwarna merah jambu padaku. Aku langsung membuka surat itu, aku sangat terkejut dengan isi surat itu. Kupandang Rara yang selalu bersemangat, kini dia tertunduk lesu. Isi surat itu sama seperti yang aku dapat dari mas Ilham, bedanya disitu tertera nama sang pengirim yaitu mas fahmi. Aku malah tak tau kalau selama ini Rara mendekati mas Fahmi.

“Ta.....” Rara, memeluku kemudian dia menangis, aku bingung harus berbuat apa, untuk beberapa waktu, kubiarkan Rara menangis dipundakku.

Setelah kejadian itu, aku dan Rara berjanji untuk menjadi lebih baik lagi. Gak ada lagi acara TP-TP alias tebar pesona didepan para ikhwan. Tapi nggak tau deh kalau ada ikhwan yang suka tebar pesona didepan akhwat, kami sih yakin kalau itu bukan ikhwan tapi preman. Mungkin karena punya akhiran sama –an jadi ada hubungan kali ya. He...he.... cuma bercanda padahal sih mereka sangat jauh berbeda.

1 komentar:

  1. hehe...hari pertama ngeblog yang di posting adalah karya orang. @_@
    tapi gpp,sang penulis dah ngasih ijin kog...
    makasih buat si neng yang dah ngijinin tulisannya untk di posting

    BalasHapus